Mataram NTB - Komitmen Polda NTB dalam mendukung Program Asta Cita Pemerintah terus diimplementasikan. Melalui Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit. Reskrimum) Polda NTB berhasil melakukan Pengungkapan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menjadi salah satu Point yang disebutkan dalam Program Asta Cita Pemerintah tersebut.
Dari pengungkapan tersebut Dua orang ditetapkan sebagai tersangka Kasus perdagangan Orang yang saat ini telah diamankan di Tahti Polda NTB berikut seluruh barang bukti hasil penyelidikan.
Pengungkapan kasus TPPO di Nusa Tenggara Barat ini disampaikan Polda NTB dalam Konferensi pers yang berlangsung di Command Center Polda NTB, Senin (11/11/2024).
Hadir sekaligus memimpin Konferensi pers Kabid Humas Polda NTB, Direktur Reskrimum Polda NTB, Perwakilan Disnakertrans provinsi NTB, Kepala P3MI NTB, para Korban dan Kedua Tersangka.
“Pengungkapan ini menjadi salah satu bentuk keseriusan Polda NTB dalam memberantas pelaku TPPO di wilayah hukum Polda NTB, ”jelas Kabid Humas Polda NTB AKBP Mohammad Kholid SIK MM., saatembuka Konferensi pers di Polda NTB Senin (11/11/2024).
Ia menyampaikan implementasi program prioritas Asta cita ini Polri telah membentuk satuan tugas dan salah satunya Satgas TPPO. Nah pengungkapan baru baru ini yang dilakukan Dit. Reskrimum Polda NTB merupakan tindaklanjut dari program kerja Satgas TPPO.
Sementara itu dalam Keterangan yang disampaikan Direktur Reskrimum Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat SIK., bahwa pengungkapan kasus ini berkat informasi yang diterima masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan berbagai upaya penyelidikan.
Dari hasil penyelidikan tersebut Penyidik Reskrimum Polda NTB menemukan ada nya indikasi TPPO. Setelah melakukan penyelidikan secara mendalam diperoleh bukti-bukti yang mengarah kepada tindak pidana hingga akhirnya Penyidik menetapkan Dua tersangka.
Kedua tersangka tersebut adalah SE, Pria, Alamat Lombok Timur. SE selaku Direktur PT. RSEI yang belamamat Kantor di Kab. Lombok Timur. Sedangkan tersangka selanjutnya adalah WS, Perempuan, Alamat Kec. Ampenan Kota Mataram. WS merupakan pemilik Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang beralamat di Kec. Ampenan Kota Mataram.
Dalam kasus tersebut 28 orang menjadi korban dan 17 orang melaporkan kasus tersebut ke Polda NTB. 6 diantaranya warga Kota Mataram, 5 orang dari Lombok Barat, 4 orang dari Lombok Tengah serta 2 Orang dari Kab. Lombok Utara, sementara 11 korban lainnya belum melaporkan.
Dari pengakuan korban yang diceritakan Dir. Reskrimum Polda NTB ini rata-rata membayar sebesar 30-49 juta rupiah kepada WS. Ke 28 korban tersebut sengaja di rekrut oleh WS melalui iming-iming untuk bekerja Magang ke Jepang yang nantinya akan di berangkatkan oleh SE melalui PT miliknya. WS meminta korban untuk membayar sesuai harga tersebut diatas.
Akan tetapi lanjut Dir. Reskrimum Polda NTB, dari sejak Desember 2023 hingga November 2024 mereka belum juga diberangkatkan dengan berbagai alasan. Atas kejadian tersebut 17 diantara Korban tersebut melaporkan ke Polisi.
Sementara barang bukti yang diamankan adalah 2 L. Kegiatan belajar, 1 L kontrak kerja, 60 Dokumen persyaratan berupa Ijazah, Akte kelahiran dan KK, 1 L. Sertifikat Akreditasi LPK PT. RSEL, 1 Bendel Profil Lembaga LPK PT. RSEI, 2 Bendel Surat Kerjasama, 12 L. bukti Transfer ke PT Sanusi yang berada di Subag - Jabar, 28 L. Curuculum vitae, 11 L Kwitansi penerimaan uang dari Yersangka WS, serta 3 buku tabungan.
Baca juga:
Truk Tronton Masuk Jurang
|
Terhadap kedua tersangka yang diduga merencanakan atau melakukan pemufakatan TPPO dan atau melakukan penempatan PMI secara Unprosedural dikenakan pasal 11 Jo Pasal 4 UU No. 21 tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO dan atau pasal 81 Jo pasal 69 UU No. 18 tahun 2017 tentang Perlindungan PMI dengan ancaman minimal 3 Tahun penjara dan maksimal 15 Tahun penjara serta pidana denda sebanyak minimal 120 juta rupiah hingga tertinggi 600 Juta rupiah. (Adb)